Isue globalisasi yang merebak pada dasawarsa terakhir ini sempat menjadi salah satu agenda pembicaraan di berbagai lapisan masyarakat dunia termasuk Indonesia. Berbagai kalangan masyarakat, baik itu para birokrat, politisi, akademisi, maupun para praktisi sudah banyak yang mencoba untuk mengadakan seminar, diskusi, atau lokakarya dalam menentukan strategi menghadapi era globalisasi ini, menurut cara pandang masing-masing kalangan.
Salah satu isue lain yang cukup sering didengung-dengungkan oleh kalangan birokrat, dari tataran kepala pemerintahan (presiden) sampai dengan kalangan pejabat daerah akhir-akhir ini adalah munculnya industri kreatif yang semakin merebak seiring dengan krisis ekonomi global yang terus bergulir sejak tahun 1997. Industri Kreatif merupakan salah satu pilar utama dalam mengembangkan sektor ekonomi kreatif yang disinyalir mampu memberikan dampak positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.Hal tersebut tampak dari hasil survei dari Departemen Perdagangan Republik Indonesia yang menyatakan bahwa GDP (Gross Domestic Product) atau Produk Pendapatan Kotor Dalam Negri yang disumbang oleh Industri Kreatif di Indonesia mencapai 6,3%. Satu prosentase yang cukup mengejutkan dan besar dalam menyumbang GDP di Indonesia.
Industri Kreatif adalah Industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, ketrampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta idividu yang mencakup berbagai bidang/sektor seperti : periklanan, arsitektur, pasar seni dan barang antik, kerajinan, desain, desain fesyen, video, film, dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan, dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, televisi dan radio, serta riset, dan pengembangan. Dalam perkembangannya, industri kreatif ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, terutama yang berkaitan dengan sektor yang bersinggungan dengan seni dan teknologi.
Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta adalah salah satu lembaga perguruan tinggi seni negri yang ada di Jawa Tengah dalam hal ini Surakarta, sejak awal pendiriannya sudah sangat konsens dengan hal yang berbau tradisi. Konsistensi akan basis tradisi inilah yang membawa nama ISI Surakarta menjadi salah satu perguruan tinggi seni yang dijadikan beberapa rujukan dalam hal teknik, konsep, pengembangan desain serta beberapa hal yang terkait dengan tradisi Nusantara, kususnya Jawa.
Merujuk dari berbagai permasalahan di atas, dimana era globalisasi sudah mulai berjalan dan masuk, diperlukan satu strategi dalam tataran konsep yang betul-betul matang dan terencana. Ada satu kata kunci yang harus kita pahami bersama bahwa semakin global berarti semakin lokal. Pijakan inilah yang menjadi fondasi dalam menentukan arah serta strategi dalam menghadapi globalisasi. Untuk itulah maka seminar tentang pengembangan industri kreatif yang berbasis tradisi dalam menghadapi era globalisasi, dengan melibatkan birokrat pengambil keputusan, para pakar diberbagai bidang kususnya yang terkait dengan wilayah kesenirupaan dan teknologi media rekam, serta praktisi dan seniman.